Tajuk Mu – Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Bahtiar Arif, menegaskan bahwa prioritas dalam pemeriksaan keuangan negara tetap dijaga sesuai amanat yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Pernyataan tersebut disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta pada Jumat (14/2). Hal ini dilakukan meskipun terdapat efisiensi anggaran sebesar Rp1,38 triliun yang diterapkan terhadap BPK.
Bahtiar menjelaskan bahwa pemeriksaan yang masih dianggarkan merupakan pemeriksaan yang secara eksplisit disebutkan dalam peraturan perundang-undangan. Beberapa pemeriksaan yang tetap dilakukan meliputi Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL), serta Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Selain itu, pemeriksaan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), Laporan Keuangan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (LKPHLN), serta laporan keuangan dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga tetap menjadi prioritas.
Selain itu, Bahtiar menambahkan bahwa BPK masih akan terus memprioritaskan pemeriksaan kinerja terhadap penyelenggaraan ibadah haji. Beberapa pemeriksaan lain yang juga wajib dilakukan mencakup pemeriksaan dengan tujuan tertentu (DTT) terhadap pertanggungjawaban keuangan bantuan partai politik (parpol), pencetakan dan pemusnahan uang, serta penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).
Dalam rapat tersebut, Bahtiar mengungkapkan bahwa selain pemeriksaan reguler, BPK juga fokus pada pemeriksaan yang berkaitan dengan pembangunan manusia serta ketahanan pangan. Selain itu, pemeriksaan terhadap portofolio strategis yang mendukung tema utama, menilai kepatuhan terhadap peraturan, serta menanggapi isu-isu strategis yang berkembang dalam masing-masing satuan kerja pemeriksaan juga menjadi prioritas utama.
Terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam pemeriksaan keuangan, Bahtiar menjelaskan bahwa pengembangan big data analytics masih dalam proses. Teknologi ini telah digunakan dalam beberapa aspek, meskipun penerapannya belum sepenuhnya optimal. Ia menegaskan bahwa strategi pengembangan big data analytics akan terus dilakukan, termasuk dalam pemeriksaan anggaran perjalanan dinas yang telah memanfaatkan teknologi tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, BPK mengusulkan efisiensi anggaran APBN Tahun Anggaran 2025 sebesar Rp1,38 triliun. Dengan efisiensi tersebut, anggaran BPK yang semula berjumlah Rp6,15 triliun dikurangi menjadi Rp4,77 triliun. Usulan ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi XI DPR RI dan selanjutnya akan disampaikan kepada Kementerian Keuangan.
Secara rinci, Bahtiar mengungkapkan bahwa efisiensi terbesar terjadi pada belanja barang, yang mengalami pengurangan sebesar 49,40 persen. Dari pagu awal sebesar Rp2,69 triliun, anggaran belanja barang dikurangi menjadi Rp1,36 triliun. Dalam kategori belanja barang, efisiensi terbesar terjadi pada belanja pemeriksaan yang dikurangi sebesar Rp642 miliar, dari Rp1,3 triliun menjadi Rp657,99 miliar.
Selain itu, belanja barang operasional juga mengalami penghematan sebesar Rp318 miliar atau 47,42 persen, dari anggaran semula Rp670,6 miliar menjadi Rp352,6 miliar. Sementara itu, belanja non-pemeriksaan turut mengalami pengurangan sebesar Rp367,9 miliar atau 51,24 persen, dari Rp718 miliar menjadi Rp350 miliar.
Selain penghematan pada belanja barang, efisiensi juga dilakukan terhadap belanja modal yang dikurangi sebesar Rp56 miliar atau 40 persen. Semula, belanja modal yang dianggarkan sebesar Rp140 miliar dikurangi menjadi Rp84 miliar.
Lebih lanjut, Bahtiar menjelaskan bahwa sumber dana yang berasal dari rupiah murni juga mengalami pengurangan. Dari total anggaran Rp6,13 triliun, dilakukan penghematan sebesar Rp1,37 triliun sehingga anggaran yang tersisa sebesar Rp4,76 triliun. Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga dikurangi sebesar Rp11,29 miliar, menyisakan Rp10,9 miliar. Sementara itu, dana hibah luar negeri (HLN) yang berasal dari Bank Dunia tetap dipertahankan di angka Rp2,47 miliar.
Dengan berbagai efisiensi anggaran tersebut, BPK memastikan bahwa prioritas utama dalam pemeriksaan keuangan negara tetap terjaga. Meski mengalami pengurangan anggaran, efektivitas dan kualitas pemeriksaan keuangan negara diharapkan tetap optimal demi transparansi dan akuntabilitas keuangan negara.