Temuan Awal Studi AASH Indonesia Tunjukkan Faktor Multidimensi dalam Penanggulangan Stunting

Temuan Awal Studi AASH Indonesia

Tajuk Mu – SEAMEO Regional Center for Food and Nutrition (RECFON) bersama dengan Pusat Gizi Regional Universitas Indonesia (PKGR UI) baru-baru ini menyelenggarakan diseminasi temuan awal studi Action Against Stunting Hub (AASH) di Indonesia. Studi ini bertujuan untuk memberikan wawasan mendalam mengenai penanggulangan stunting yang lebih efektif dengan pendekatan interdisiplin. Menurut Dr. Umi Fahmida, selaku Country Lead Studi AASH di Indonesia, hasil temuan awal ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pemangku kepentingan untuk kebijakan yang lebih tepat dalam upaya mengatasi masalah stunting.

Studi AASH Indonesia, yang dilakukan di Lombok Timur, memfokuskan perhatian pada berbagai faktor yang mempengaruhi stunting, baik itu faktor gizi, epigenetik, kesehatan saluran cerna, mikrobiota, hingga kesehatan mental ibu. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa stunting bukan hanya masalah gizi, tetapi juga dipengaruhi oleh banyak faktor kompleks yang saling berhubungan.

Dalam kesempatan tersebut, acara diseminasi dimulai dengan sambutan dari Direktur SEAMEO RECFON, Dr. Herqutanto, dan juga dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi Universitas Indonesia, Prof. Dr. Hamdi Muluk, serta Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum.

AASH merupakan sebuah studi interdisiplin yang dilakukan pada 2019 hingga 2024 di tiga negara: India, Indonesia, dan Senegal. Tujuan utama dari studi ini adalah untuk mengembangkan tipologi stunting melalui pendekatan yang memandang anak secara menyeluruh, atau yang dikenal dengan istilah whole child approach. Di Indonesia, studi ini dibagi menjadi dua komponen utama, yakni observasi kohort ibu hamil hingga anak berusia dua tahun dan studi intervensi yang menggunakan telur sebagai makanan tambahan untuk mengukur pengaruh asupan gizi selama kehamilan terhadap epigenetik dan stunting pada bayi.

Studi AASH mengumpulkan data mengenai berbagai aspek perkembangan anak, mulai dari status gizi, perkembangan kognitif dan motorik, hingga pengasuhan psikososial. Hasil temuan awal menunjukkan bahwa 53% perkembangan anak-anak di Lombok Timur berada pada kategori rata-rata, namun belum optimal. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti epigenetik, mikrobiota, dan asupan gizi yang tidak cukup memadai, terutama pada anak usia satu hingga dua tahun.

Dr. Risatianti Kolopaking, Ketua Tim Peneliti Komponen Kognitif, mengungkapkan bahwa meskipun perkembangan anak-anak di Lombok Timur terbilang rata-rata, masih banyak ruang untuk perbaikan. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa stimulasi yang kurang optimal pada anak-anak yang mengalami stunting berpengaruh terhadap perkembangan motorik mereka. Hal ini dapat mengganggu kesiapan mereka untuk belajar di masa depan.

Dari sisi kesehatan mental, temuan awal studi menunjukkan bahwa kesehatan mental ibu memiliki peran penting dalam mempengaruhi pertumbuhan anak. Anak-anak yang ibu-ibunya mengalami masalah kesehatan mental cenderung mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan, baik secara fisik maupun kognitif.

Dalam hal pendidikan, kualitas guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) ditemukan memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak. Guru yang berlatar belakang pendidikan tinggi, terutama dalam bidang PAUD, akan lebih mampu menciptakan lingkungan pembelajaran yang sehat dan mendukung perkembangan anak secara optimal. Namun, studi juga menemukan bahwa guru yang mengajar di Raudhatul Athfal (RA) di bawah Kementerian Agama kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan profesionalitas mereka, yang tentu berdampak pada kualitas pengajaran dan pembelajaran anak-anak usia dini.

Selenium, unsur gizi penting dalam pertumbuhan anak, juga ditemukan memiliki peran besar dalam mencegah stunting. Namun, dalam banyak intervensi gizi yang dilakukan, selenium sering kali diabaikan. Selain itu, faktor inflamasi pada usus juga turut berkontribusi dalam mengganggu pertumbuhan anak dengan mempengaruhi hormon pertumbuhan. Studi ini juga mengungkap bahwa epigenetik dapat membantu memprediksi risiko stunting, terutama pada anak perempuan.

Temuan lainnya menunjukkan bahwa respons terhadap program gizi di masyarakat masih menghadapi tantangan, khususnya dalam hal informasi dan promosi terkait makanan bergizi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pentingnya keragaman sumber protein untuk pemenuhan gizi yang seimbang, seperti kombinasi antara protein hewani dan nabati yang dapat memberikan zat gizi lebih lengkap.

Studi AASH yang didanai oleh United Kingdom Research and Innovation-Global Challenges Research Fund (UKRI-GCRF) ini mengadopsi pendekatan holistik dalam menangani stunting. Dengan fokus pada pengembangan anak secara menyeluruh, studi ini bertujuan untuk mengatasi dan mencegah stunting dengan mengintegrasikan berbagai aspek, termasuk kesehatan fisik, lingkungan hidup, pendidikan, dan sistem pangan. Semua aspek ini saling berinteraksi dan mempengaruhi pengalaman hidup anak.

Secara keseluruhan, hasil temuan awal studi AASH memberikan gambaran yang jelas bahwa penanggulangan stunting memerlukan pendekatan yang lebih luas dan melibatkan banyak pihak. Dengan memahami berbagai faktor yang mempengaruhi stunting, diharapkan solusi yang lebih efektif dapat diterapkan untuk mencapai generasi yang lebih sehat dan cerdas di masa depan.

By admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *