Tajuk Mu – Kelompok bersenjata di Suriah yang menolak melucuti senjata serta tidak mengakui otoritas Kementerian Pertahanan dipastikan tidak akan diundang ke Konferensi Dialog Nasional. Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Komite Persiapan konferensi, Hassan al-Dughaim, dalam konferensi pers yang berlangsung di Damaskus.
Dalam keterangannya, al-Dughaim menegaskan bahwa kelompok teroris PKK/YPG tidak memiliki legitimasi untuk mewakili rakyat Suriah. Ia menambahkan bahwa konferensi tersebut merupakan wadah patriotik yang bertujuan menghindari perpecahan berbasis sektarian maupun etnis. Dengan demikian, acara tersebut tidak akan menjadi ajang pamer kekuatan militer, melainkan forum dialog nasional yang menitikberatkan rekonsiliasi dan kesepahaman antar elemen masyarakat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa setiap kelompok yang tidak menyerahkan senjata kepada Kementerian Pertahanan tidak akan mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam forum tersebut. Keikutsertaan kelompok bersenjata maupun formasi militer dinilai bertentangan dengan prinsip dasar dialog yang ingin dibangun dalam konferensi tersebut.
Sejak tumbangnya rezim Assad, PKK/YPG disebut-sebut memanfaatkan ketidakstabilan wilayah untuk mencoba membentuk “koridor teror” di sepanjang perbatasan dengan Turki. Dalam sejarah panjang aksi terornya selama lebih dari 40 tahun, PKK yang telah dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, bertanggung jawab atas kematian lebih dari 40.000 jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak. Sementara itu, YPG dianggap sebagai cabang PKK yang beroperasi di wilayah Suriah.
Al-Dughaim juga menegaskan bahwa konferensi ini terbuka bagi seluruh warga Suriah dari berbagai wilayah yang ingin menghadiri pertemuan tersebut secara langsung. Hasil dari diskusi yang dilakukan nantinya akan berbentuk rekomendasi yang akan disampaikan kepada presiden.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa unsur-unsur dari rezim Assad yang telah digulingkan serta individu yang terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia tidak akan memiliki tempat dalam masa depan Suriah maupun dalam agenda konferensi tersebut. Ia juga menyatakan bahwa mereka yang terlibat dalam kejahatan terhadap rakyat Suriah seharusnya menghadapi pengadilan.
Pada Rabu (12/2), anggota Komite Persiapan Konferensi Dialog Nasional yang dibentuk oleh Presiden Ahmad Al-Sharaa menggelar konferensi pers di Damaskus. Komite ini bertugas merancang masa depan Suriah serta menyusun kontrak sosial yang berbasis pada prinsip rekonsiliasi nasional, keadilan, reformasi, dan keterwakilan rakyat.
Houda Atassi, salah satu anggota Komite Persiapan, membacakan pernyataan resmi sebelum menjawab berbagai pertanyaan dari wartawan. Dalam keterangannya, Atassi menjelaskan bahwa konferensi ini bertujuan membahas berbagai isu sosial, politik, dan ekonomi untuk membangun Suriah yang lebih inklusif serta berbasis pada rekonsiliasi nasional.
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa konferensi ini akan melibatkan berbagai sektor dari seluruh provinsi di Suriah tanpa membatasi partisipasi berdasarkan latar belakang sosial maupun politik. Kesetaraan gender juga menjadi perhatian utama, di mana perempuan didorong untuk berperan aktif dalam pembangunan Suriah yang baru. Meskipun tidak ada sistem kuota khusus untuk keikutsertaan, seleksi peserta akan didasarkan pada kompetensi dan kontribusi mereka terhadap negara.
Al-Dughaim mengungkapkan bahwa tanggal penyelenggaraan konferensi akan ditentukan setelah dilakukan serangkaian pertemuan dengan masyarakat, kunjungan ke berbagai wilayah, serta penyusunan dokumen kerja yang komprehensif. Ia juga menegaskan bahwa Komite Persiapan merupakan badan independen nasional yang bekerja sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Nantinya, pemilihan ketua komite akan dilakukan oleh para anggota.
Jumlah peserta yang akan menghadiri konferensi ini, menurut al-Dughaim, akan bergantung pada hasil konsultasi publik. Ia juga menegaskan bahwa acara tersebut akan mewakili seluruh rakyat Suriah tanpa memihak kelompok tertentu.
Pentingnya keterlibatan masyarakat dari berbagai provinsi, seperti Hasakah, Deir ez-Zor, dan Raqqa, juga disoroti dalam pernyataannya. Ia menegaskan bahwa komunikasi langsung akan terus dijalin dengan warga di daerah-daerah tersebut agar aspirasi mereka dapat terakomodasi dalam diskusi konferensi.
Sebagai bagian dari pembahasan utama, para peserta konferensi akan mendiskusikan berbagai isu krusial, termasuk struktur konstitusi, sistem pemerintahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif, visi ekonomi, strategi rekonstruksi pascakonflik, keadilan transisi, serta langkah-langkah dalam menjaga persatuan, kedaulatan, dan stabilitas negara.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan keterlibatan berbagai elemen masyarakat, Konferensi Dialog Nasional diharapkan mampu menjadi titik awal bagi Suriah untuk mencapai stabilitas jangka panjang dan membangun kembali negara dengan fondasi yang lebih kuat dan inklusif.