Tajuk Mu – Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Aceh telah menetapkan enam lokasi yang akan digunakan untuk pengamatan rukyatul hilal guna menentukan awal bulan Ramadhan 1446 Hijriah/2025 Masehi. Lokasi-lokasi ini tersebar di beberapa wilayah di Aceh dan akan menjadi tempat bagi tim pemantau untuk mengamati posisi bulan.
Proses rukyatul hilal tersebut akan berlangsung bersamaan dengan sidang isbat yang dipimpin oleh Menteri Agama di Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025. Informasi ini disampaikan oleh Kepala Kanwil Kemenag Aceh, Azhari, dalam sebuah pernyataan di Banda Aceh.
Menurut keputusan yang telah diambil, enam lokasi yang akan digunakan dalam pengamatan ini meliputi Observatorium Tgk Chiek Kuta Karang di Lhoknga, Aceh Besar, Tugu 0 Km di Kota Sabang, Bukit Blang Tiron Perta Arun Gas di Lhokseumawe, Pantai Lhok Geulumpang di Kabupaten Aceh Jaya, Pusat Observasi Bulan (POB) Suak Geudubang di Aceh Barat, serta Pantai Nancala Teupah Barat di Simeulue.
Dalam rangka mendukung kelancaran pemantauan hilal, Kanwil Kemenag Aceh telah menyiapkan enam teleskop astronomi yang ditempatkan di Observatorium Tgk Chiek Kuta Karang-Lhoknga, Aceh Besar. Kegiatan ini akan terbuka untuk umum, sehingga masyarakat yang ingin menyaksikan langsung proses rukyatul hilal dapat menghadirinya.
Pengamatan akan dimulai setelah pelaksanaan salat Ashar pada Jumat, 28 Februari 2025. Sebelum pengamatan dimulai, Tim Hisab Rukyat dan para ahli astronomi Aceh akan terlebih dahulu memaparkan posisi hilal. Dalam proses ini, selain teleskop astronomi, beberapa instrumen lainnya juga akan digunakan guna memastikan hasil rukyat yang lebih akurat.
Hasil pengamatan hilal nantinya akan disampaikan dalam sidang isbat oleh Menteri Agama, Nasaruddin Umar. Dalam sidang ini, data rukyatul hilal yang dikumpulkan dari seluruh wilayah Indonesia akan menjadi dasar untuk menetapkan awal bulan Ramadhan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan bersabar dan menunggu keputusan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Azhari juga menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan umat Muslim di Aceh jika nantinya terjadi perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan. Ia mengingatkan agar perbedaan tersebut tidak dijadikan sebagai pemicu perpecahan, melainkan sebagai rahmat yang dapat memperkuat toleransi dalam menjalankan ibadah.
Ditekankan pula bahwa apabila terdapat perbedaan pendapat terkait awal Ramadhan, sikap saling menghormati dan menghargai harus dikedepankan, mengingat masing-masing metode memiliki landasan hukum tersendiri dalam penetapan kalender hijriah.
Di sisi lain, Ketua Tim Falakiyah Kanwil Kemenag Aceh, Alfirdaus Putra, menjelaskan bahwa proses rukyat akan dilakukan oleh tim dari Kemenag Aceh, serta beberapa perwakilan dari organisasi masyarakat Islam dan pesantren yang tersebar di seluruh Aceh.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menyampaikan bahwa saat rukyat dilakukan, hilal diperkirakan akan berada pada ketinggian 4,68 derajat di atas ufuk. Selain itu, elongasi geosentrik antara bulan dan matahari diperkirakan mencapai sekitar 6,4 derajat, sementara elongasi toposentriknya sekitar 5,4 derajat.
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, hilal diperkirakan akan dapat diamati selama sekitar 22 menit setelah matahari terbenam. Cahaya bulan pada saat itu diperkirakan sudah mencapai 0,22 persen, yang memungkinkan pengamatan rukyat dilakukan dengan lebih optimal.
Bagi masyarakat yang ingin melakukan rukyat secara mandiri, Alfirdaus menyarankan untuk mengarahkan pandangan ke arah barat dengan sudut 263 derajat. Pada posisi tersebut, hilal diperkirakan akan berada pada ketinggian 4,68 derajat setelah matahari terbenam dan akan dapat terlihat hingga 22 menit kemudian.
Dengan adanya persiapan yang matang dari berbagai pihak, proses rukyatul hilal di Aceh diharapkan dapat memberikan hasil yang akurat sehingga penentuan awal Ramadhan 1446 Hijriah dapat dilakukan secara tepat dan sesuai dengan syariat Islam.